A. Pengertian
Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari siswa tidak akan pernah terlepas dari
masalah mulai dari masalah yang sederhana sampai kepada masalah yang kompleks,
suatu masalah dipandang sebagai masalah dan merupakan sesuatu yang bersifat
relatif artinya suatu persoalan dianggap masalah oleh seseorang, belum tentu
masalah bagi orang lain. Shadiq (Supinah dan Susanti, 2010: 9) menyatakan bahwa
masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab. Namun tidak semua pertanyaan
otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika
pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak
dapat dipecahkan dengan prosedur rutin (routine procedure) yang sudah
diketahui.
Perhatikan soal-soal berikut.
1.
Wulan
mempunyai uang Rp 81.000,00, kemudian uang tersebut dibelanjakan ke toko Luna,
Rp 20.000,00 untuk membeli buku, Rp 4.500,00 untuk membeli pensil, dan Rp.
2000,00 dibelikan penghapus, berapakan sisa uang Wulan sekarang?
2.
Uang
Luna uang Wulan. Uang Luna ditambah
uang Wulan Rp 81.000, 00. Berapa selisih uang mereka?
Menurut Anda manakah dari kedua soal tersebut yang merupakan masalah?
Mengapa? Perhatikan kedua soal tersebut dan cobalah untuk menyelesaikannya
terlebih dahulu. Apakah ada perbedaan dalam menyelesaikannya? Untuk soal (1) siswa tentunya akan lebih
mudah menyelesaikannya dengan prosedur rutin yang sudah ia kenal sebelumnya.
Siswa akan dengan mudah menjawab bahwa sisa uang Wulan sebesar Rp 54.500,00.
Bagaimanakah dengan soal (2)?
Apakah siswa juga akan mudah menjawabnya? Apakah siswa tertantang untuk
menyelesaikannya?
Seperti dinyatakan Cooney, et al. (Supinah dan Susanti, 2010: 9)
berikut: “… for a question to be a problem, it must present a challenge that
cannot be resolved by some routine procedure known to the student.”. Dengan
demikian, apabila siswa belum mengetahui ‘prosedur rutin’ untuk menyelesaikan
soal (2) namun tertantang untuk menyelesaikannya, maka soal tersebut
dikategorikan sebagai masalah. Karena itu, dapat terjadi suatu soal
mungkin merupakan masalah bagi siswa tertentu, tetapi bukan masalah atau
hanya akan menjadi pertanyaan bagi siswa lain karena ia sudah mengetahui
prosedur untuk menyelesaikannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
tidak setiap soal dapat disebut masalah.
Berkaitan dengan uraian di atas, Sumardiyono (Supinah dan Susanti,
2010:9) mengemukakan bahwa secara umum orang memahami masalah (problem)
sebagai kesenjangan antara kenyataan dan harapan. Dalam matematika, istilah problem terkait erat dengan suatu
pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan problem solving atau pemecahan
masalah. Problem atau
masalah tidak bisa langsung diketahui cara penyelesaiannya, tetapi lebih
memerlukan kreativitas dan originalitas dari seorang pemecah masalah. Secara
umum, apabila suatu soal segera dapat diselesaikan begitu melihat soalnya, maka
soal tersebut termasuk soal biasa, sedangkan apabila begitu melihat soalnya
kita belum bisa langsung menentukan cara penyelesaian, maka soal tersebut
termasuk masalah.
Dikemukakan dalam lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006, bahwa
pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang
mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi
tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Hal ini menunjukkan
bahwa bentuk soal/masalah yang dibuat/diberikan guru untuk dipecahkan siswa
hendaknya bervariasi yang meliputi masalah tertutup dan terbuka. Sebagai
contoh, perhatikan kedua soal berikut.
1.
Berapa
rata-rata dari 6, 7, 8, 9, dan 10?
2.
Tentukan
lima bilangan berbeda yang rata-ratanya 8?
Soal (1) merupakan bentuk
soal tertutup karena jawabannya hanya ada satu yaitu 8 atau solusinya tunggal,
sedangkan soal (2) merupakan
bentuk soal terbuka karena jawabannya beragam lebih dari 1 atau tidak tunggal.
B.
Pengertian
Pemecahan Masalah
Krulik dan Rudnick mendefinisikan pemecahan masalah
sebagai suatu cara
yang dilakukan seseorang dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan dan
pemahaman untuk memenuhi tuntutan dari situasi yang tidak rutin.
Polya mengatakan bahwa pemecahan masalah adalah aspek penting dalam intelegensi dan intelegensi adalah anugrah khusus untuk manusia : pemecahan masalah dapat dipahami sebagai karaktersitik utama/penting dari kegiatan manusia yang dapat dipelajari dengan melakukan peniruan dan dicoba langsung.
yang dilakukan seseorang dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan dan
pemahaman untuk memenuhi tuntutan dari situasi yang tidak rutin.
Polya mengatakan bahwa pemecahan masalah adalah aspek penting dalam intelegensi dan intelegensi adalah anugrah khusus untuk manusia : pemecahan masalah dapat dipahami sebagai karaktersitik utama/penting dari kegiatan manusia yang dapat dipelajari dengan melakukan peniruan dan dicoba langsung.
Gagné berpendapat
bahwa dalam menyelesaikan pemecahan masalah diperlukan aturan kompleks atau
aturan tingkat tinggi dan aturan tingkat tinggi dapat dicapai setelah menguasai
aturan dan konsep terdefinisi. Demikian pula aturan dan konsep terdefinisi
dapat dikuasai jika ditunjang oleh pemahaman konsep konkrit. Setelah itu untuk
memahami konsep konkrit diperlukan keterampilan dalam membedakan. Sehingga
dalam memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses yang meminta siswa
untuk menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu
yang digunakan untuk memecahkan masalah yang baru. Menurut Goos et.al (Jurnal, 2008: 48),
seseorang dianggap sebagai pemecah masalah yang baik jika ia mampu
memperhatikan kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi dengan memilih dan menggunakan
berbagai strategi alternatif sehingga mampu mengatasi masalah tersebut.
Pentingnya
kemampuan penyelesaian masalah oleh siswa dalam matematika ditegaskan juga oleh
Branca (1980) sebagai berikut:
1.
Kemampuan menyelesaikan masalah merupakan
tujuan umum pengajaran matematika.
2.
Penyelesaian masalah yang meliputi metode,
prosedur dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum
matematika .
3.
Penyelesaian masalah merupakan kemampuan
dasar dalam belajar matematika.
Pandangan
bahwa kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan umum pengajaran
matematika, mengandung pengertian bahwa matematika dapat membantu dalam
memecahkan persoalan baik dalam pelajaran lain maupun dalam kehidupan
sehari-hari. Pembelajaran pemecahan masalah lebih mengutamakan proses dan
strategi daripada hasil, sehingga keterampilan proses dan strategi dalam
memecahkan masalah menjadi kemampuan dasar dalam belajar matematika.
Walaupun
kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan yang tidak mudah dicapai, akan
tetapi oleh karena kepentingan dan kegunaannya maka kemampuan pemecahan masalah
ini hendaknya diajarkan kepada siswa pada semua tingkatan. Berdasarkan uraian
sebelumnya, pemecahan masalah dapat diartikan sebagai suatu usaha yang
dilakukan seseorang untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan pengetahuan,
ketrampilan, dan pemahaman yang telah dimilikinya.
Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, perlu dikembangkan
keterampilan siswa dalam: (1) memahami masalah, (2) membuat model matematika,
(3) menyelesaikan masalah, dan (4) menafsirkan solusinya (Permendiknas). Menurut
Polya (1973) ada empat langkah penting dalam proses pemecahan masalah, yaitu
(1) memahami masalahnya, dalam arti menentukan apa yang diketahui dan apa yang
ditanyakan; (2) merencanakan cara penyelesaiannya; (3) melaksanakan rencana; dan
(4) menafsirkan atau mengecek hasilnya. Langkah untuk memecahkan masalah tersebut
adalah sebagai berikut.
Soal:
Budi memelihara ikan di kolam belakang rumahnya. Ia memelihara ikan mas
dan ikan koi dalam satu kolam. Jumlah seluruh ikan mas dan ikan koi di kolam
ada 30 ekor. Jika banyak ikan mas adalah dari banyak ikan koi. Ada berapa ikan mas dalam kolam tersebut?
1.
Memahami masalah
Pada tahap ini, siswa harus dapat menentukan hal-hal atau apa yang
diketahui dan hal-hal atau apa
yang ditanyakan. Apabila diperlukan, siswa dapat membuat diagram, tabel, sket atau grafiknya. Hal tersebut
dimaksudkan untuk mempermudah dalam memahami
masalah dan mempermudah mendapatkan gambaran umum penyelesaian.
Diketahui: Jumlah ikan koi dan ikan mas dalam kolam 30 ekor, banyak ikan mas adalah
dari banyak ikan koi.
Ditanyakan: Ada berapa ikan mas dalam kolam tersebut?
2.
Merencanakan cara penyelesaian
Pada tahap ini, siswa dapat menentukan strategi yang sesuai untuk
memecahkan masalah tersebut. Dikemukakan Shadiq, strategi pemecahan masalah
adalah cara atau metode yang sering digunakan dan sering berhasil pada proses
pemecahan masalah. Berikut ini akan diambil contoh cara merencanakan
penyelesaian masalah dengan mengambil salah satu strategi pemecahan masalah
yaitu strategi menebak dan menguji
Jika Jumlah ikan koi dan ikan mas dalam kolam 30 ekor dan banyak ikan
mas adalah dari banyak ikan koi, maka setiap bilangan yang menunjukkan banyak ikan
koi apabila dikombinasikan dengan bilangan yang menunjukkan banyak ikan mas
jumlahnya 30 dengan ketentuan jumlah ikan mas lebih sedikit dari pada ikan koi.
a.
Jumlah
ikan koi dan ikan mas 30 ekor. Andaikan banyak ikan mas 15 ekor, maka banyak
ikan koi adalah 30–15=15. Jadi banyak ikan koi adalah 15 ekor (ini bertentangan
karena banyak ikan mas kurang dari ikan koi). Jadi ini bukan penyelesaian.
b.
Andaikan
banyak ikan mas 14, maka banyak ikan koi adalah 30–14=16. Jadi, banyak ikan koi
adalah 16 ekor (ini mungkin karena banyak ikan mas lebih dari ikan koi).
Cek jawaban:
Perbandingan banyak ikan mas dengan koi adalah atau (ini tidak sesuai dengan yang
diketahui yaitu banyak ikan mas adalah banyak
ikan koi). Jadi banyak ikan
mas 14 ekor dan banyak ikan koi 16 ekor bukan suatu penyelesaian.
Hasil tersebut dapat dimasukkan ke dalam tabel supaya
lebih jelas dan tertata rapi.
Banyak Ikan Mas
|
Banyak Ikan Koi
|
Jumlah
|
Keterangan
|
15
|
15
|
30
|
Tidak
Mungkin (TM)
|
14
|
16
|
30
|
Mungkin
(M)
|
3.
Melaksanakan rencana
Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah melaksanakan rencana
pemecahan masalah dengan setiap kali mengecek kebenaran di setiap langkah. Untuk
melaksanakan rencana dalam menyelesaikan permasalahan di atas, yang dapat
dilakukan siswa adalah sebagai berikut.
Berdasarkan
rencana di atas, adalah dapat dilaksanakan pengisian tabel kombinasi
bilangan yang mungkin seperti berikut.
Ikan
Mas
|
15
|
14
|
13
|
12
|
11
|
10
|
9
|
8
|
...
|
1
|
Ikan
Koi
|
15
|
16
|
17
|
18
|
19
|
20
|
21
|
22
|
...
|
29
|
Jumlah
|
30
|
30
|
30
|
30
|
30
|
30
|
30
|
30
|
30
|
30
|
Keterangan
|
TM
|
M
|
M
|
M
|
M
|
M
|
M
|
M
|
M
|
M
|
Cek
jawaban:
a.
Andaikan
banyak ikan mas adalah 14 ekor dan ikan koi 16 ekor, maka perbandingan banyak
ikan mas dan ikan koi adalah atau (ini tidak sesuai dengan yang
diketahui yaitu banyak ikan mas adalah banyak ikan koi)
b.
Andaikan
banyak ikan mas adalah 13 ekor dan ikan koi 17 ekor (tidak mungkin karena
kedua bilangan hanya memiliki 1 faktor yang sama yaitu 1)
c.
Andaikan
banyak ikan mas adalah 12 ekor dan ikan koi adalah 18 ekor, maka perbandingan
banyak ikan mas dan banyak ikan koi adalah atau (ini sesuai dengan apa yang
diketahui, yaitu banyak ikan mas adalah banyak ikan koi)
d.
Andaikan
banyaknya ikan mas adalah 11 ekor dan ikan koi 19 ekor, maka banyak ikan mas
dibanding banyak ikan koi adalah (ini tidak memenuhi syarat
yaitu banyak.ikan mas adalah banyak ikan koi).
Dari tabel di atas, tampak bahwa apabila banyak ikan mas lebih dari 12
dan
kurang
dari 12 tidak memenuhi syarat bahwa banyak ikan mas adalah dari banyak ikan koi. Jadi,
banyak ikan mas dan ikan koi yang memenuhi syarat adalah banyak ikan mas adalah
12 ekor dan banyak ikan koi adalah 18.
4.
Menafsirkan atau mengecek hasil
Pada tahap ini siswa harus memeriksa hasil yang diperoleh. Untuk
menafsirkan atau mengecek hasil dalam menyelesaikan permasalahan atau soal di
atas, yang dapat dilakukan siswa adalah sebagai berikut.
Berdasarkan tabel dan hasil perhitungan di atas, dapat disimpulkan
bahwa: Apabila jumlah ikan koi dan ikan mas dalam kolam 30 ekor, sedangkan
banyak ikan mas adalah dari banyak ikan koi, maka banyak
ikan mas=12 dan ikan koi=18 karena 12 = dari 18.
C.
Pembelajaran
Berbasis Masalah
1.
Pengertian
Pembelajaran Berbasis Masalah
Permasalahan yang sering muncul dalam dunia pendidikan adalah lemahnya
kemampuan siswa dalam menggunakan kemampuan berfikir untuk menyelesaikan
masalah. Pendidikan harus membekali siswa dengan kemampuan-kemampuan yang dapat
digunakan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapai. Kemampuan tersebut
adalah kemampuan memecahkan masalah.
Berdasarkan hal tersebut, guru perlu
merancang pembelajaran yang mampu membangkitkan potensi siswa dalam menggunakan
kemampuan berfikir untuk menyelesaikan masalah. Salah satu pendekatan
pembelajaran tersebut disebut Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based Learning (PBL). Pendekatan
pembelajaran ini dipusatkan kepada masalah-masalah yang disajikan oleh guru,
dan siswa menyelesaikan masalah tersebut dengan seluruh pengetahuan dan
keterampilan mereka dari berbagai sumber yang dapat diperoleh.
PBM sebagai sebuah pendekatan pembelajaran
diterapkan dengan alasan bahwa PBM sangat efektif untuk sekolah kedokteran
dimana mahasiswa dihadapkan pada permasalahan kemudian dituntut untuk
memecahkannya. Walaupun pertama dikembangkan dalam pembelajran di sekolah
kedokteran tetapi pada perkembangan selanjutnya diterapkan dalam pembelajaran
secara umum.
PBM merupakan strategi pembelajaran yang
berpusat pada siswa, di mana siswa mengelaborasikan pemecahan masalah dengan
pengalaman sehari-hari. Arends (Supinah dan Susanti, 2010: 17) mengemukakan
bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang bertujuan
merangsang terjadinya proses berpikir tingkat tinggi dalam situasi yang
berorientasi masalah. PBM adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan
masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara
berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
PBL utamanya dikembangkan untuk membantu
siswa dalam hal-hal berikut.
a.
Mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi
Menurut
Lauren Resnick (Supinah dan Susanti, 2010: 17) berfikir tingkat tinggi mempunyai
ciri-ciri: (1) non algoritmik yang
artinya alur tindakan berfikir tidak sepenuhnya dapat ditetapkan sebelumnya, (2)
cenderung kompleks, artinya
keseluruhan alur berfikir tidak dapat diamati dari satu sudut pandang saja, (3)
menghasilkan banyak solusi, (4)
melibatkan pertimbangan dan
interpretasi, (5) melibatkan penerapan banyak kriteria, yang kadang-kadang satu
dan lainnya bertentangan, (6) sering melibatkan ketidakpastian, dalam arti tidak segala sesuatu terkait dengan
tugas yang telah diketahui, (7) melibatkan pengaturan diri dalam
proses berfikir, yang berarti bahwa dalam proses menemukan penyelesaian
masalah, tidak diijinkan adanya bantuan orang lain pada setiap tahapan
berfikir, (8) melibatkan pencarian
makna, dalam arti menemukan struktur pada keadaan yang tampaknya tidak
teratur, (9) menuntut dilakukannya kerja
keras, dalam arti diperlukan pengerahan kerja mental besar-besaran saat
melakukan berbagai jenis elaborasi dan pertimbangan yang dibutuhkan.
b.
Belajar berbagai peran orang dewasa.
Dengan
melibatkan siswa dalam pengalaman nyata atau simulasi (pemodelan orang dewasa), membantu siswa untuk berkinerja
dalam situasi kehidupan nyata dan belajar melakukan peran orang dewasa.
c.
Menjadi pelajar yang otonom dan mandiri.
Pelajar yang otonom dan mandiri tidak sangat
tergantung pada guru. Hal ini dapat dilakukan oleh guru dengan secara
berulang-ulang membimbing dan mendorong serta
mengarahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian
terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri. Siswa dibimbing, didorong dan
diarahkan untuk menyelesaikan tugas-tugas secara mandiri. Kemampuan untuk
menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri ini diharapkan dapat mendorong
tumbuhnya kemampuan belajar secara autodidak dan kesadaran untuk belajar
sepanjang hayat yang merupakan bekal penting bagi siswa dalam mengarungi
kehidupan pribadi, sosial maupun dunia kerja selanjutnya.
HS Barrows (Supinah dan Susanti, 2010: 18)
menyatakan bahwa proses pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model
pembelajaran yang didasarkan pada prinsip menggunakan masalah sebagai titik
awal akuisisi dan integrasi pengetahuan baru. Sementara itu, Moffit (Supinah
dan Susanti, 2010:18) mendifinisikan pembelajaran berbasis masalah sebagai
suatu pendekatan yang melibatkan siswa dalam penyelidikan dalam pemecahan
masalah yang memadukan ketrampilan dan konsep dari berbagai kandungan area.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dapat didefinisikan bahwa PBM merupakan pendekatan pembelajaran
yang diawali dengan pemberian masalah kepada siswa, di mana masalah tersebut
dialami atau merupakan pengalaman sehari-hari siswa. Selanjutnya, siswa
menyelesaikan masalah tersebut untuk menemukan pengetahuan baru.
2.
Konsep
Dasar PBM
Wardhani
(Supinah dan Susanti, 2010: 19) mengemukakan PBM mengikuti tiga
aliran pikiran utama yang berkembang pada abad duapuluh yaitu sebagai berikut.
a.
Pemikiran
John Dewey dan Kelas Demokratisnya (1916). Menurut Dewey, sekolah seharusnya mencerminkan
masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan
laboratorium untuk pemecahan masalah kehidupan yang nyata. Pendapat Dewey ini memberikan dasar
filosofis dari PBL.
b.
Pemikiran
Jean Piaget (1886-1980). Menurut Piaget, anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus
menerus berusaha memahami dunia di sekitarnya. Rasa ingin tahu itu memotivasi
anak untuk secara aktif membangun tampilan dalam otak mereka tentang lingkungan
yang mereka hayati. Ketika tumbuh semakin dewasa dan memperoleh lebih banyak
kemampuan bahasa dan memori, tampilan mental mereka tentang dunia menjadi lebih
luas dan lebih abstrak. Pada semua tahap perkembangan, anak perlu memahami
lingkungan mereka, memotivasi mereka untuk menyelidiki dan membangun
teori-teori yang menjelaskan lingkungan itu.
c.
Pemikiran
Lev Vygotsky (1896-1934) dengan Konstruktivismenya, serta Jerome Bruner dengan
Pembelajaran Penemuannya. Vygotsky berpandangan bahwa interaksi sosial
dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan
intelektual siswa. Bruner
menyatakan pentingnya pembelajaran
penemuan, yaitu model pembelajaran yang menekankan perlunya membantu siswa
memahami struktur atau ide dari suatu disiplin ilmu, perlunya siswa aktif
terlibat dalam proses pembelajaran dan yakin bahwa pembelajaran yang sebenarnya
adalah yang terjadi melalui penemuan pribadi.
3.
Karakteristik
PBM
Pembelajaran
Berbasisi Masalah memiliki karakteristik atau ciri-ciri khusus. Terdapat
beberapa teori tentang karakteristik PBM. Berdasarkan teori yang dikembangkan
Barrow, karakteristik PBM adalah sebagai berikut.
a.
Learning
is student-centered (pembelajaran berpusat pada siswa)
Pada PBM, siswa menjadi pusat pembelajaran sehingga
proses pembelajaran lebih menitikberatkan kepada siswa. Hal ini didukung dengan
teori konstruktivisme yang menegaskan siswa untuk dapat mengembangkan pengetahuannya
sendiri.
b.
Authentic
problems form the organizing focus for learning (bentuk
masalah otentik mengorganisir fokus belajar)
Masalah yang disajikan kepada siswa merupakan
masalah otentik (sebenarnya). Dengan menyajikan masalah yang sebenarnya, maka
siswa lebih mudah memahami masalah tersebut dan dapat menerapkannya dalam
kehidupan.
c.
New
information is acquired through self-directed learning (informasi
baru diperoleh melalui belajar secara langsung)
Dalam pembelajaran, mungkin siswa belum mengetahui dan
memahami semua pengetahuan yang diajarkan. Pada PBM, siswa dibimbing untuk
melakukan eksplorasi, berusaha untuk mencari jawaban atau cara untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapinya melalui berbagai cara dan sumber.
d.
Learning
occurs in small groups (pembelajaran terjadi dalam
kelompok kecil)
PBM dilaksanakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang
dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas.
Dengan pembelajaran dalam kelompok kecil, diharapkan terjadi interaksi ilmiah
dan tukar pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaboratif.
e.
Teachers
act as facilitators (guru berperan sebagai fasilitator)
Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan
sebagai fasilitator. Namun, guru tetap memantau perkembangan aktivitas siswa
dan mendorong siswa agar mencapai target yang hendak dicapai.
Menurut Krajcik et.al, dan Slavin et.al. (Supinah, 2010: 20), ciri-ciri
khusus dari PBM, yaitu:
a.
Pengajuan pertanyaan atau masalah
Pertanyaan dan
masalah yang diajukan pada awal kegiatan pembelajaran adalah yang secara sosial
penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa.
b.
Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
Masalah yang
diangkat hendaknya dipilih yang benar-benar nyata sehingga dalam pemecahannya
siswa dapat meninjaunya dari banyak mata pelajaran.
c.
Penyelidikan autentik
Siswa dituntut
untuk menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan
membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen,
membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Metode yang digunakan tergantung
pada masalah yang dipelajari.
d.
Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya
Siswa dituntut
untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak. Artefak
yang dihasilkan antara lain dapat berupa transkrip debat, laporan, model fisik,
video, program komputer dan sebagainya. Siswa pun dituntut untuk menjelaskan
bentuk penyelesaian masalah yang ditemukan. Penjelasan dapat dilakukan dengan
presentasi, simulasi, atau peragaan.
e.
Kolaborasi
Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa
yang saling berkerja sama secara berpasangan atau dalam kelompok kecil.
Adapun karakteristik
PBM menurut Sovie dan Hughes (Hayanti, 2012), yaitu:
a.
Belajar dimulai dengan suatu
permasalahan,
b.
Memastikan bahwa permasalahan yang
diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa,
c.
Mengorganisasikan pelajaran di seputar
permasalahan, bukan di seputar disiplin ilmu,
d.
Memberikan tanggung jawab sepenuhnya
kepada siswa dalam mengalami secara langsung proses belajar mereka sendiri,
e.
Menggunakan kelompok kecil, dan
f.
Menuntut siswa untuk mendemonstrasikan
apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk produk atau kinerja (performance).
4.
Langkah-Langkah
PBM
Pembelajaran berdasarkan
masalah memiliki lima langkah utama, yaitu:
Tahap
|
Tingkah
Laku Guru
|
Tahap 1
Orientasi Siswa pada
Masalah
|
Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah,
memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
|
Tahap 2
Mengorganisasi siswa untuk belajar
|
Guru
membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
|
Tahap 3
Membimbing
penyelidikan individual maupun kelompok
|
Guru
mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendaptkan penjelasan dan pemecahan masalah.
|
Tahap 4
Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
|
Guru
membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan
temannya.
|
Tahap 5
Menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah
|
Guru
membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
|
Sedangkan langkah-langkah PBM menurut Barret adalah
sebagai berikut:
a.
Siswa diberi permasalahan oleh guru (atau
permasalahan diungkap dari pengalaman siswa)
b.
Siswa melakukan diskusi dalam kelompok kecil
dan melakukan hal-hal berikut .
1)
Mengklarifikasi kasus permasalahan yang
diberikan
2)
Mendefinisikan masalah
3)
Melakukan tukar pikiran berdasarkan
pengetahuan yang mereka miliki
4)
Menetapkan hal-hal yang diperlukan untuk
menyeeseikan masalah
5)
Menetapkan hal-hal yang harus dilakukan untuk
menyeeseikan masalah
c.
Siswa melakukan kajian secara independen
berkaiatan dengan masalah yang harus diseleseikan, mereka dapat melakukannya
dengan cara mencari sumber diperpustakaan, database, internet, sumber personal
atau melakuakan observasi.
d.
Siswa kembali kepada kelompok PBM semula
untuk melakukan tukar informasi, pembelajaran teman sejawat dan bekerjasama
dalam menyeleseikan masalah.
e.
Siswa menyajikan solusi yang mereka temukan
f.
Siswa dibantu oleh guru melakukan
evaluasi berkaitan dengan seluruh
kegiatan pembelajaran. Hal ini meliputi sejauhmana pengetahuan yang sudah
diperoleh oleh siswa serta bagaimana peran masing-masing siswa dalam kelompok.
Dan
PBM menurut Yongwu Miao disajikan dalam ilustrasi sebagai berikut:
a.
Identifying
problem
b.
Identifying
learning issues
c.
Setting
goal & making plan
d.
Learning
knowledge
e.
Applying
knowledge
f.
Assessing
and reflecting
Dari ketiga tahapan tersebut hampir sama, namun hanya
redaksi kalimatnya saja yang berbeda. Peran guru dalam pembelajaran sangatlah
penting, meskipun siswa belajar sendiri namun guru sebagai fasilitator, harus
memantau aktivitas siswa, memfasilitasi proses belajar dan menstimulasi siswa
dengan pertanyaan.
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah dilaksanakan
oleh guru dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Persiapan
Menyusun
masalah yang akan dijadikan titik pangkal (starting point) pembelajaran.
Masalah yang dipilih harus penting dan relevan bagi siswa, serta membutuhkan
penerapan gagasan atau tindakan yang terkait dengan atau mengarah pada bahan
pelajaran.
b.
Orientasi (pengenalan)
1)
Menyajikan masalah di kelas
2)
Membangkitkan ketertarikan atau rasa ingin
tahu siswa pada masalah
3)
Memberi kesempatan pada siswa untuk memahami
situasi atau maksud masalah.
c.
Eksplorasi (penjelajahan)
Memberi
kesempatan pada siswa untuk memecahkan masalah dengan strategi yang diciptakan
sendiri oleh siswa. Masalah boleh dipecahkan siswa secara pribadi atau dalam
kerjasama dengan siswa lain. Guru memberi dukungan bagi usaha mereka, misalnya
dengan menjadi pendengan yang penuh perhatian atau memberi bantuan atau saran
yang diperlukan.
d.
Negosiasi (perundingan)
Mendorong
siswa untuk mengkomunikasikan dan mendiskusikan proses dan hasil pemecahan
masalah, sehingga diperoleh gagasan-gagasan atau tindakan-tindakan yang dapat
diterima oleh komunitas kelas.
e.
Integrasi (pemaduan)
1)
Memandu siswa untuk merefleksikan proses
pemecahan masalah
2)
Mengidentifikasi dan merumuskan hasil-hasil
belajar yang diperoleh dari kegiatan pemecahan masalah
3)
Mengkaitkan hasil-hasil belajar itu dengan
pengetahuan sebelumnya, sehingga tersusun jaringan/organisasi pengetahuan yang
baru.
Menurut
Barret ada beberapa hal yang harus dikuasai oleh guru agar dalam kegiatan PBM
dapat berjalan dengan baik, yaitu :
a.
Harus berpenampilan meyakinkan dan antusias
b.
Tidak memberikan penjelasan saat siswa
bekerja
c.
Diam saat siswa bekerja
d.
Menyarankan siswa untuk berbicara dengan
siswa lain bukan dengan dirinya
e.
Meyakinkan siswa untuk menyepakati
terlebihdahulu tentang pemahaman terhadap permasalahan secara kelompok sebelum
siswa bekerja individual.
f.
Memberikan saran pada siswa tentang sumber
informasi yang dapat diakses berkaitan dengan permasalahan.
g.
Selalu mengingat hasil pembelajaran yang
ingin dicapai.
h.
Mengkondisikan lingkungan atau suasana
belajar yang baik untuk kegiatan kelompok
i.
Menjadi diri sendiri atau tampil sesuai
dengan gaya sendiri sehingga tidak menampilkan sikap diluar kebiasaan dirinya.
5.
Penilaian
pada PBM
Penilaian pembelajaran
menurut paradigma konstruktivistik merupakan bagian yang utuh dengan
pembelajaran itu sendiri. Bertolak dari pandangan ini dan mencermati tahapan
yang harus dilalui siswa dalam belajar dengan model PBL, maka penilaian PBL
dilaksanakan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Oleh karenanya,
penilaian pembelajaran dilaksanakan secara nyata dan autentik. O’Malley dan
Pierce (Supinah, 2010: 31), mendefinisikan authentic assesment sebagai
bentuk penilaian di kelas yang mencerminkan proses belajar, hasil belajar,
motivasi, dan sikap terhadap kegiatan pembelajaran yang relevan. Lebih lanjut
dikemukakan tentang penilaian yang relevan antara lain sebagai berikut.
a.
Penilaian
kinerja siswa
Pada penilaian kinerja ini, siswa
diminta untuk unjuk kerja atau mendemonstrasikan kemampuan melakukan
tugas-tugas tertentu, seperti: menulis karangan, melakukan suatu eksperimen,
menginterpretasikan jawaban pada suatu masalah, memainkan suatu lagu, atau
melukis suatu gambar.
b.
Portofolio
siswa
Portfolio yang merupakan kumpulan
yang sistematis pekerjaan-pekerjaan siswa yang dianalisis untuk melihat
kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan
pembelajaran. Penilaian dengan portfolio dapat dipakai untuk penilaian pembelajaran yang dilakukan secara
kolaboratif. Penilaian
kolaboratif dalam PBL dilakukan dengan cara evaluasi diri (selfassessment) dan peer-assessment.
Self-assessment adalah penilaian yang dilakukan oleh siswa itu sendiri terhadap
usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin
dicapai oleh siswa itu sendiri dalam belajar. Peer-assessment
adalah penilaian dimana
siswa berdiskusi untuk memberikan penilaian terhadap upaya dan hasil
penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun oleh teman
dalam kelompoknya. Portofolio siswa adalah hasil karya siswa yang didokumentasi
secara sistematis. Hasil karya yang dapat dimasukkan sebagai portofolio siswa
misalnya adalah contoh artefak, artikel jurnal, refleksi yang mewakili apa yang
telah dilakukan siswa pada setiap mata pelajaran. Portofolio tidak hanya
berfungsi sebagai alat penilaian tetapi juga sebagai alat untuk membantu siswa
melakukan refleksi diri tentang apa yang telah dan belum berhasil dipelajarinya.
c.
Penilaian potensi belajar
Penilaian
yang diarahkan untuk mengukur potensi belajar siswa, yaitu mengukur kemampuan
yang dapat ditingkatkan dengan bantuan guru atau teman temannya yang lebih
maju. Hal itu merupakan pengaruh dari ide Vigostsky tentang ZPD (Zone Proximal Development) atau zona perkembangan terdekat, yaitu bahwa
pada dasarnya siswa dapat mengerjakan tugas-tugas yang belum pernah dipelajari
dengan bantuan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. PBL yang memberi
tugas-tugas pemecahan masalah memungkinkan siswa untuk mengembangkan dan
mengenali potensi dan kesiapan belajarnya.
d.
Penilaian usaha kelompok
Menilai
usaha kelompok seperti yang dilakukan pada pembelajaran kooperatif dapat
dilakukan pada PBL. Penilaian usaha kelompok mengurangi kompetisi merugikan
yang sering terjadi, misalnya membandingkan siswa dengan temannya.
6.
Kelebihan
dan Kekurangan PBM
Setiap
pendekatan pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, begitupun dengan
pembelajaran berbasis masalah. Menurut Trianto kelebihan pembelajaran berbasis
masalah, yaitu:
a.
Realistik dengan kehidupan siswa
b.
Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa
c.
Memupuk sifat inquiri siswa
d.
Retensi konsep menjadi kuat
e.
Memupuk kemampuan problem solving
Pembelajaran
berbasis masalah juga memiliki kelemahan, yaitu:
a.
Persiapan pembelajaran (alat, problem,
konsep) yang kompleks
b.
Sulitnya mencari problem yang relevan
c.
Sering terjadi miss-konsepsi
d.
Memerlukan waktu yang cukup panjang.
Selain kelebihan dan
kelemahan yang telah dikemukakan oleh Trianto, dalam pelaksanaannya
pembelajaran berbasis masalah memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut:
a.
Kelebihan PBM :
1)
Siswa didorong untuk memiliki kemampuan
memecahkan masalah dalam situasi nyata.
2)
Siswa memiliki kemampuan membangun
pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar.
3)
Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga
materi yang tidak ada hubungannya tidak perlu saat itu dipelajari oleh siswa.
4)
Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui
kerja kelompok.
5)
Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber
pengetahuan baik dari perpustakaan, internet, wawancara, dan observasi.
6)
Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan
belajarnya sendiri.
7)
Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan
komunikasi ilmiah dalam kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan.
8)
Kesulitan belajar siswa secara individual
dapat diatasi melalui kerja kelompok dalam bentuk peer teaching.
b.
Kelemahan PBM :
1)
PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap
materi pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam menyajikan materi. PBM
lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya
dengan pemecahan masalah.
2)
Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat
keragaman siswa yang tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.
3)
PBM biasanya membutuhkan waktu yang tidak
sedikit sehingga dikhawatirkan tidak dapat menjangkau seluruh konten yang
diharapkan walaupun PBM berfokus pada masalah bukan konten materi.
4)
Membutuhkan kemampuan guru yang mampu
mendorong kerja siswa dalam kelompok secara efektif.
5)
Adakalanya sumber yang dibutuhkan tidak
tersedia dengan lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
Hayanti, N.D. (2012). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Mengukur Penalaran
Matematis. [Online]. Tersedia: http://novidwihayanti.blogspot.com/2012/01/pembelajaran-berbasis-masalah-untuk.html
[17 September 2012]
Supinah dan Susanti, T. (2010). Pembelajaran Berbasis Masalah
Matematika di SD. [Online].
Tersedia:
http://www.slideshare.net/NASuprawoto/pembelajaran-berbasis-masalah-matematika-di-sd
[17 September 2012]
Susento dan Rudhito, A.M.
(2008). Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah. [Online]. Tersedia: http://pmatandy.blogspot.com/2008/12/pendekatan-pembelajaran-berbasis-masalah.html
[17 September 2012]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar